Panen Listrik di Kandang Sapi
Panen Listrik di
Kandang Sapi
Panen Listrik
di Kandang Sapi Limbah Ternak dan Rumah Tangga Berubah Menjadi Listrik
Kandang sapi
perah itu tampak resik dan tanpa bau menyengat. Peternak sapi di Desa Bamonia, Shahjanpur
Thana, Kota Bogra, Bangladesh, Mohammed Abdul Khaliq, mengalirkan kotoran sapi
dari kandang ke dalam bak penampung. Ia
lalu memberikan larutan mikrob ke dalam bak penampung untuk mempercepat
penguraian kotoran sapi. Setelah itu, Abdul Khaliq mengalirkan kotoran sapi
dari bak penampung ke dalam tabung digester atau pengurai. Hasil samping penguraian kotoran sapi itu
adalah biogas berupa gas metan yang berfaedah sebagai bahan bakar kompor dan
genset untuk menghasilkan tenaga listrik. Ia menggunakan tenaga listrik untuk
mengoperasikan mesin pencacah jerami untuk pakan sapi. Menurut Abdul Khaliq mesin pencacah itu
memudahkan pekerjaannya untuk memproduksi pakan sapi.
Program
pemerintah Abdul Khaliq mengatakan, “Sebelumnya saya tidak pernah mencacah
jerami sehingga sapi mencerna pakan lebih lambat.” Dengan adanya sumber listrik
dari biogas, kini Abdul Khaliq juga bisa memerah air susu sapi menggunakan
mesin pemerah. “Air susu sapi yang dihasilkan juga menjadi lebih higienis,”
ujarnya. Dari 11 induk sapi perah ia
mampu menghasilkan 80 - 100 liter air susu sapi per hari. Ia juga menggunakan tenaga listrik dari biogas
itu untuk lampu penerangan rumah dan kandang. Hasil akhir proses penguraian itu berupa pupuk
kandang Abdul Khaliq menggunakan pupuk itu untuk sumber nutrisi organik tanaman
jagung di lahan 1,5 hektare. Abdul
Khaliq mengolah kotoran sapi menjadi biogas sejak 2013. Ketika itu ia mengikuti program Rural Development Academy (RDA) di Bogra
yang tengah mengembangkan biogas sejak 2011.
Menurut Direktur Jenderal RDA, Dr MA Matin, program pengembangan biogas
itu untuk menyukseskan program pemerintah Bangladesh membangun 112 sarana
produksi biogas di 75 sentra produksi susu.
Bagi masyarakat
Bangladesh susu sapi ibarat kebutuhan pokok. Air susu sapi banyak digunakan sebagai bahan
baku kuliner khas negeri yang merdeka pada 27 Maret 1971 itu. Salah satunya untuk pengganti santan saat
membuat kare. Masyarakat di sana juga mengolah susu dengan cara fermentasi
seperti yoghurt dan doi - penganan seperti bubur berbahan susu fermentasi. Keduanya kerap disajikan sebagai makanan pencuci
mulut. Itulah sebabnya saat Trubus dan peserta International Organic Agro Industry Development Leadership Course in
Asia berkunjung ke sebuah desa di Kota Bogra, mudah menjumpai sapi di
rumah-rumah warga. Mereka membuat
kandang di samping rumah. Di dekat
kandang mereka menumpuk jerami padi sebagai cadangan pakan.
Menurut Direktur
Rural Development Academy, Mohammed
Khalid Aurangozeb, selama ini warga memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk
organik. Mereka menumpuk kotoran sapi di suatu tempat atau dalam sebuah lubang,
membiarkannya begitu saja hingga terurai secara alami. Kondisi itu memperburuk sanitasi lingkungan
rumah sehingga menjadi sumber penyakit. “Dengan sarana produksi biogas,
masyarakat memanfaatkan limbah menjadi gas metan untuk berbagai keperluan,”
ujar Khalid. Nilai tambah Untuk
mengatasi masalah sanitasi akibat limbah ternak yang tidak diolah, RDA bersama
pemerintah mengembangkan teknologi produksi biogas berbasis komunitas. Artinya, dalam sebuah komunitas dibangun satu
unit produksi biogas. Khalid menuturkan
setiap unit sarana produksi biogas dapat menghasilkan sekitar 14 m3
biogas dan 1,5 ton pupuk kandang. Gas
itu dapat menghasilkan tenaga listrik untuk 40 rumah.
RDA ditunjuk
menjadi salah satu lembaga pelaksana pengembangan sarana produksi biogas oleh
pemerintah karena telah sukses mengolah limbah ternak dan rumah tangga menjadi
biogas. Di dalam kawasan lembaga yang berdiri pada 19 Juni 1974 itu terdapat
dua unit sarana produksi biogas berkapasitas 130 m3 . Kedua unit sarana produksi
biogas itu mengolah limbah ternak dari area penelitian peternakan serta limbah
rumahtangga dari 19 gedung, seperti penginapan, tempat pelatihan, dan
perkantoran. RDA memanfaatkan biogas
yang dihasilkan untuk mengoperasikan mesin generator yang dapat menghasilkan
tenaga listrik hingga 4,6 kilowatt (kW). Listrik itu untuk penerangan area lahan
percobaan dan cadangan listrik jika terjadi pemadaman listrik yang kerap
terjadi di Kota Bogra.
RDA juga
memanfaatkan biogas untuk bahan bakar kompor di dapur yang mengolah masakan
untuk para tamu peserta pelatihan. Sebagian biogas juga dimurnikan dari kandungan
gas hidrogen sulfida (H2S) yang berbahaya, karbondioksida (CO2 ), dan uap air. Biogas murni itu kemudian dikemas dalam tabung
dengan tekanan 20 bar. Gas dalam tabung itu untuk bahan bakar kompor gas. Sementara limbah yang telah terurai kemudian
dikeringkan menjadi pupuk organik. RDA
mengemas pupuk itu dalam karung kemudian menjualnya dengan merek Palli Joibo Sar. Kholid berharap masyarakat dapat menerapkan
pengolahan limbah organik seperti yang dilakukan RDA. Dengan teknologi itu limbah ternak yang selama
ini dibiarkan begitu saja dapat memberi nilai tambah bagi masyarakat. Selain untuk memenuhi kebutuhan listrik dan
bahan bakar, para peternak juga dapat memperoleh pendapatan tambahan dari hasil
penjualan pupuk organik. Di Bangladesh
harga pupuk kandang mencapai BDT8.500 atau setara Rp1,4-juta per ton. Dengan begitu pendapatan bertambah dari
limbah. (Imam Wiguna)
Sumber
: Trubus 562 - September 2016/XLVII
Komentar
Posting Komentar